Pendidikan Menengah di Taiwan: Dari Zaman Kekaisaran hingga Kehidupan Pelajar Masa Kini

Pendidikan Menengah di Taiwan: Dari Zaman Kekaisaran hingga Kehidupan Pelajar Masa Kini

Taiwan, negeri dengan kuliner nikmat dan drama yang bikin baper, ternyata juga punya cerita menarik soal pendidikan menengah. Dari masa Kekaisaran Jepang hingga era Republik Tiongkok, sistem pendidikan di Taiwan telah melalui banyak “zaman” yang penuh warna. Ayo kita ulik perjalanan sejarahnya sambil tersenyum!

Sejarah: Dari Meiji Sampai Masa Kini

Sejarah pendidikan menengah di Taiwan dimulai pada zaman Kekaisaran Jepang. Saat itu, pendidikan dipakai sebagai alat untuk “memoles” penduduk lokal agar jadi warga kekaisaran yang patuh. Sekolah-sekolah didirikan dengan gaya Jepang, lengkap dengan kurikulum yang menekankan disiplin, bahasa Jepang, dan matematika (karena satu tambah satu harus tetap dua, kan).

Namun, pendidikan menengah saat itu lebih mirip “kelas sosial.” Pelajar Taiwan sering hanya mendapat akses ke pendidikan dasar, sementara pelajar keturunan Jepang klik disini menikmati fasilitas kelas atas. Diskriminasi? Sudah pasti. Tapi yang lucu, banyak pelajar Taiwan malah belajar bahasa Jepang dengan lancar dan akhirnya menjadi penerjemah andalan saat perang. Lumayan, kan?

Ketika Republik Tiongkok mengambil alih pada tahun 1945, sistem pendidikan berubah lagi. Kurikulum Jepang diganti dengan kurikulum Tiongkok. Bahasa Mandarin menjadi wajib, dan sekolah mulai mengajarkan sejarah Tiongkok, budaya Konfusianisme, dan tentu saja matematika (sepertinya matematika adalah kutukan abadi bagi pelajar di mana pun).

Zaman Berubah, Sekolah Tetap Penuh Drama

Di zaman modern ini, pendidikan menengah di Taiwan terkenal ketat. Sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) di Taiwan ibarat medan perang. Pelajar harus menghadapi ujian masuk yang super sulit, jam belajar yang panjang, dan tekanan dari keluarga untuk jadi “anak emas.”

Namun, di balik semua itu, kehidupan pelajar Taiwan penuh cerita seru. Misalnya, ada “budaya bimbel” di mana anak-anak menghabiskan malam mereka di pusat les tambahan. Pikirkan ini: pulang sekolah jam 4 sore, makan malam kilat, lalu masuk bimbel sampai jam 10 malam. Kalau masih sempat main game, itu namanya keajaiban.

Sekolah: Tempat Belajar atau Tempat Nongkrong?

Meski jadwal padat, sekolah menengah di Taiwan juga jadi tempat pelajar mengeksplorasi minat mereka. Ada klub musik, seni, hingga e-sports! Iya, di beberapa sekolah, main game bisa jadi aktivitas resmi. Siapa sangka bermain “League of Legends” ternyata dihitung sebagai kegiatan pengembangan diri?

Tidak hanya itu, sekolah di Taiwan juga punya tradisi unik seperti “Perayaan Kelulusan.” Para pelajar sering mengadakan acara konyol seperti mengenakan kostum aneh atau parade kecil untuk mengucapkan selamat tinggal pada masa sekolah. Kalau sudah begitu, guru-guru pun hanya bisa pasrah sambil tersenyum.

Pelajar Taiwan: Kombinasi Serius dan Santai

Meski terkenal sibuk, pelajar Taiwan tetap tahu cara bersenang-senang. Liburan sekolah biasanya dihabiskan untuk jalan-jalan ke pasar malam, makan “bubble tea,” atau sekadar nongkrong sambil mengeluh soal PR (keluhan sejuta umat).

Kesimpulan: Pendidikan yang Penuh Warna

Dari zaman Kekaisaran Jepang hingga era modern Republik Tiongkok, pendidikan menengah di Taiwan terus berkembang. Meski sistemnya ketat, pelajar Taiwan membuktikan bahwa mereka bisa tetap bersinar di tengah tekanan.

Jadi, kalau kamu berpikir hidup pelajar di Indonesia itu berat, coba bayangkan jadi pelajar di Taiwan: bangun pagi, sekolah sampai sore, bimbel malam, lalu tidur sambil mimpi soal ujian. Tapi tenang, mereka juga tahu cara menikmati hidup—karena siapa yang bisa hidup tanpa bubble tea, kan?

Leave a Comment